Cerpen

Terbunuhnya Ibu Amir
(oleh : Zulfa Mahendra) 




          Pada suatu desa, tepatnya Desa Banyuurip ada seorang anak yang lahir dari keluarga yang tidak begitu kaya. Kehidupannya pun pas-pasan. Letak rumahnya pun jauh dari kota. Anak itu bernama Amir. Dia adalah anak yang bandel. Ayah ibunya sudah mengingatkan dirinya untuk berbuat baik. Ke mana pun melangkah hamper pasti ia membuat masalah. Ayah ibunya pun sering dapat kecaman dari warga sekitar karena ulah anaknya.
         Pernah pada suatu hari., Amir mendorong temannya sendiri sampai ia tercebur ke dalam sungai. Anak itu sebenarnya tidak bisa berenang, tetapi karena kebandelan Amir, anak itu pun hamper tenggelam. Untunglah ada seorang bapak-bapak yang menolong anak itu dan memarahi Amir.
       “Amir, apa yang kamu lakukan sampai membuat anak ini hampir tenggelam?”
           “Maaf Pak, saya hanya bercanda.”
        Kemudian Amir pulang ke rumah. Ia pun mendapat marah dari orang tuanya karena orang tuanya dikomplain dengan ibu anak tadi yang diceburkan Amir. Amir pun hanya bisa diam.
           Memang seluruh warga sudah mengetahui bahwa Amir anak yang bandel. Hamper 99% orang yang melihatnya mengelus dada dan ingin menamparnya. Bahkan warga Banyuurip mengatakan apabila Amir bepergian selalu ada saja ulahnya yang bikin enek. Warga sekitar pun  sudah sangat geram karena hamper seluruh anak yang ada di Desa Banyuurip  sudah pernah menjadi korban dari kebandelan Amir. Ibu Amir pun terkena penyakit serangan jantung gara-gara anaknya tersebut.
         Pada pagi hari yang cerah, seperti biasa Amir bermain dengan teman-temannya sampai lewat waktu asar. Tanpa diketahui Amir, tiba-tiba di rumahnya ada bendera putih yang menandakan bahwa da yang meninggal. Setelah masuk ke dalam rumah, ia melihat ibunya sudah terbaring kaku di ruang tamu, ditemani dengan ayah dan para warga yang membaca yasin di sekitarnya.
      “Bu, Bu jangan tinggalkan Amir Bu. Amir masih membutuhkan Ibu.” Itulah ucapan Amir kepada ibunya yang tidak akan dijawab oleh ibunya lagi.
         Menurut warga sekitar ibu Amir dibunuh oleh seseorang yang tidak diketahui namanya. Dan, kejadian bakda zuhur itu mungkin menjadi kilimaknya. Akibat pembunuhan itu warga Banyuurip geger. Ada salah seorang warga yang menghubungi polisi setempat. Setelah polisi datang, para anggota polisi tersebut langsung melakukan olah TKP. Para polisi menanyai para warga yang sewaktu ada di tempat kejadian itu.
            Para polisi pun mengambil barang bukti yang di antaranya adalah sebuah pisau dapur. Seelah itu para polisi kembali ke kantor mereka.
            Dalam rumah Amir, suasan duka masih menyelimuti keluarganya. Amir membayangkan kata-kata atau nasihat ibunya agar jadi anak yang baik. Setelah  kejadian itu ayah Amir selalu memberikan nasihat kepada Amir. Lambat laun akhirnya Amir menyadari tentang apa yang telah dilakukannya selama ini.
            Pada suatu hari kepolisian dating lagi ke rumah Amir untuk memberikan informasi. Ternyata ibu Amir dibunuh oleh dua orang pelaku yang semuanya adalah laki-laki. Sebelum dibunuh ibu Amir mencoba mempertahankan diri dengan menggunakan pisau dapur. Sayangnya, hal itu sia-sia, para pelaku tersebut malah membunuh ibu Amir.
            Mendengar penjelasan dari kepolisian setempat Amir mengangis tersedu-sedu. Ayah Amir meminta kepolisian untuk kembali lagi ke kantor. Ayah Amir berkata pada Amir.
            “Amir, sudahlah jangan menangis lagi. Ini mungkin sudah takdir Allah.” Amir hanya diam saja.
            Dalam hati kecil Amir, ia akan mencari pelaku yang telah membunuh ibunya karena sampai saat ini pelaku pembunuhan belum juga ditemukan. Mungkinkah para pelaku tersebut dari warga Banyuurip ataukah dari warga desa lain?


Previous
Next Post »
Thanks for your comment